Menikmati peninggalan masa lalu, selalu bikin waas (istilah Sunda untuk pangling). Tapi, kalau lawasnya sampai 2500 tahun sebelum masehi alias purbakala, malah reuwas (istilah Sunda untuk kaget). Ternyata di Cianjur, tersimpan sebuah situs purbakala nan apik. Berangkat yuk!
Darmawisata saya ke Gunung Padang ini sebenarnya menunggangi rombongan nyokap bersama sohib-sohib seangkatannya. Biarpun rata-rata berumur di atas 60an, tapi kegokilan mereka melebihi cabe-cabean jaman kiwari. Saya cuma bisa geleng-geleng kepala sambil istigfar.
Rute Menuju Gunung Padang, Cianjur Jawa Barat
Pk 06.00 tepat, iring-iringan mobil pun mulai mengular menuju lokasi situs purbakala, yang tepatnya di Dusun Gunung Padang, Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Supaya memudahkan, coba saja buka aplikasi peta terkemuka lalu cari Gunung Padang Megalitikum Site, dijamin tidak akan nyasar sampai di sana.
Saran saya, jangan makan pagi dulu karena perjalanan akan melewati rute penuh kelokan di Cipatat, Padalarang. Kelokannya bikin isi perut bergoyang, bisa-bisa vomit di tengah jalan. Tahan laparnya dan mampir di Sate Maranggi Mang Keuyeup yang nangkring di Alfamart Ciranjang.
Sate sapi maranggi khas Cianjur. Satu tusuk cuma 2000an, dikibas langsung di atas arang.
Pake nasi uduk atau polosan, mangga sesuai selera. Kalau saya sih babak satu pakai nasi, babak dua polosan aja 🙂
Usai “mengisi bensin”, perjalanan dilanjut langsung ke destinasi utama. Kebetulan cuaca sedang kurang ramah. Hujan yang cukup deras mengguyur sepanjang sopir mengemudi, sesekali reda tapi ngga lama deras lagi (padahal kata si boss, kalau melakukan sesuatu itu harus konsisten). Nah, jangan sampai kelewatan belokan ke kiri saat terlihat papan penunjuk arah bertuliskan Gunung Padang. Dari belokan ini tinggal ikuti jalan yang terhampar saja sepanjang kurang lebih 25 km.
Mumpung ada alay2 di belakang…
Gapura tanda kita memasuki situs bersejarah Gunung Padang
Perjalanan 25 km sungguh menguras fisik dan mental kendaraan, karena jalannya cukup berlubang. Apalagi kala itu hujan pun menerjang. Tapi iring-iringan para lansia (kecuali saya) tetap riang dan penuh kegembiraan. Memang kita harus banyak teman saat masih muda, supaya ngga kesepian di usia senja (pelajaran hari itu).
Cuplikan bebatuan pra sejarah di pintu masuk
Melihat Lebih Dekat Gunung Padang Cianjur
Uniknya tempat wisata ini adalah hamparan bebatuan dengan bentuk menarik. Bentuknya yang persegi panjang yang rapih dan agak pipih jadi ciri khas jaman Megalitikum, Di situs ini, ada lima teras berbentuk undakan. FIY, model undakan ini lebih tua daripada era piramid dan candi. Dan kabar-kabar dari pemandu berbaju khas Sunda, masih akan dilakukan eskavasi atau penggalian di situs ini. Mungkin masih banyak peninggalan berharga yang tersisa di dalam sana…
Dua jalur siap dipilih untuk sampai ke lokasi situs. Sejauh 175 atau 300 meter.
Dari pintu masuk, kita diharuskan memilih satu dari dua jalur yang tersedia. Perbezaannya terletak di jarak. Opsi 175 meter lebih menanjak dengan lajur berbatu, sementara 300 meter lebih landai dengan lajur lebih aman. Berhubung rombongan tempat saya nimbrung sudah berumur, akhirnya pilihan jatuh di opsi 300 meter. Sang pemandu pun sudah wanti-wanti akan 700 anak tangga yang mesti didaki di lajur ini. Akhirnya, beberapa lansia pun ngos-ngosan di tengah pendakian.
Hampir 45 menit saya sabar menemani nyokap dan kerabat hingga puncak situs atau teras ke-5. Kami pun seketika takjub dengan hamparan batu di atas rerumputan yang bergoyang hebat terhempas angin kencang (sumpah, anginnya kencang parah). Sembari mendekap diri masing-masing, kami pun mulai mengeluarkan “senjata” pengabadi gambar.
Alkisah Jamannya Prabu Siliwangi
Di sela-sela euforia Selfie yang tak tertahan, sang pemandu berkisah kalau beberapa kerajaan Sunda pun pernah menggunakan tempat ini sebagai pertapaan. “Salah satunya Prabu Siliwangi”, kisah sang pemandu yang ramah dengan suara sedikit kemayuan ini.
Terbiasa melihat padang rumput atau sabana, kini saya menyaksikan padan batu atau “batuna”?
Spot yang ditandai sebagai Singgasana.
Jalan setapak berbatu, berasa di film bertema dinosaurus
Konon, seekor harimau-lah yang menyebabkan cekungan mirip telapaknya itu
Mampir Ke Sumur Keramat Pengabul Doa
Situs Gunung Padang yang bisa dilancong saat ini memang tidak begitu luas. Padahal, total luasnya sampai 29 hektar. Sisanya belum terjamah dan masuk daftar penelitian para arkeolog. Tapi kita sudah cukup amaze dan puas menjadi saksi peradaban purba yang selama ini cuma dipelajari di sekolah. Saya yakin, tempat ini akan makin heitz, tidak kalah dengan tempat wisata lainnya.
Oya, jangan lupa juga mampir di Sumur Kahuripan. Ujar si pemandu, sumur ini bisa mengabulkan permintaan kita, asalkan diiringi niat bersih dan doa kepada Allah SWT. Air sumurnya bisa diminum juga lho. Sekalian wudhu juga deh di sini 🙂
Kulik lagi yok tempat wisata di sekitar Jawa Barat, klik di sini.